Keistimewaan dan Keutamaan Tauhid (Bag. 1)
Perlu kita ketahui bahwa tauhid memiliki keistimewaan dan keutamaan yang banyak. Hal ini menunjukkan tingginya kedudukan tauhid dalam agama yang mulia ini. Berikut ini kami akan membahas sedikit tentang keistimewaan dan keutamaan tauhid.
Keistimewaan dan keutamaan tauhid
Pertama, tauhid adalah tujuan penciptaan manusia. Artinya, Allah Ta’ala menciptakan manusia untuk mewujudkan dan merealisasikan tauhid.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56)
Dalam ayat di atas, makna dari:
لِيَعْبُدُونِ
“beribadah kepada-Ku” adalah:
ِلِيُوَحَدُوْن
“mentauhidkan Aku.”
Berdasarkan ayat ini, tauhid adalah tujuan penciptaan kita di kehidupan ini. Allah Ta’ala tidaklah menciptakan kita sekedar main-main saja atau sia-sia, tidak ada tujuan, atau tidak ada perintah dan larangan. Akan tetapi, Allah Ta’ala menciptakan kita untuk satu tujuan yang mulia, yaitu untuk beribadah dengan mentauhidkan Allah Ta’ala.
Baca Juga: Membela Kalimat Tauhid dengan Mempelajari, Mengamalkan dan Mendakwahkannya
Cukuplah hal ini sebagai bukti yang menunjukkan tinggi dan mulianya kedudukan tauhid.
Kedua, sesungguhnya tauhid adalah poros atau pokok dakwah seluruh Nabi dan Rasul. Artinya, materi pokok dan inti dakwah para Nabi dan Rasul seluruhnya adalah tauhid.
Dalil tentang masalah ini sangat banyak sekali, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (QS. An-Nahl [16]: 36)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku”.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)
وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ
“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul kami yang telah kami utus sebelum kamu, “Adakah kami menjadikan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah?”.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 45)
وَاذْكُرْ أَخَا عَادٍ إِذْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ بِالْأَحْقَافِ وَقَدْ خَلَتِ النُّذُرُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan), “Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar“.” (QS. Al-Ahqaaf [46]: 21)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala menegaskan bahwa Rasul sebelum dan sesudah Nabi Hud ‘alaihis salaam semuanya sama dan bersepakat dalam materi dakwah, yaitu:
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ
“Janganlah kamu menyembah selain Allah.”
Oleh karena itu, kalimat pertama kali yang didengar oleh kaum (masyarakat) yang didakwahi oleh para Nabi dan Rasul adalah kalimat ajakan untuk mentauhidkan Allah Ta’ala. Karena tauhid adalah asas (pokok) bangunan agama. Permisalan agama ini adalah sebagaimana sebuah pohon. Kita ketahui bahwa pohon memiliki akar, batang dan cabang (ranting). Pohon itu tidaklah berdiri tegak kecuali dengan disokong oleh akar yang kokoh. Sama halnya dengan pohon, agama ini tidaklah berdiri tegak kecuali dengan ditopang dan disokong oleh asasnya, yaitu tauhid.
Allah Ta’ala berfirman,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (yaitu kalimat tauhid, pent.) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim [14]: 24)
Baca Juga: Macam-Macam “Rasa Takut” Dalam Pelajaran Tauhid
Sebagaimana pohon akan mati jika akarnya dicabut, maka demikianlah agama ini. Jika tauhid itu telah hilang, maka tidak ada manfaat dari amal kebaikan yang kita lakukan. Oleh karena itu, kedudukan tauhid dalam agama ini sebagaimana fungsi akar dalam menopang kehidupan sebuah pohon.
Di antara dalil dari hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa tauhid merupakan inti dakwah mereka adalah,
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ، وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى، وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
“Para Nabi berasal dari satu ayah (Adam), ibu mereka berbeda-beda, namun agama mereka satu.“ (HR. Muslim no. 2365)
Maksud dari “agama mereka satu” adalah semua mereka mendakwahkan tauhid. Sedangkan yang dimaksud:
وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى
“Ibu mereka berbeda-beda” adalah syariat setiap Rasul itu berbeda-beda, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. Al-Maidah [5]: 48)
Ketiga, tauhid adalah kewajiban pertama kali bagi seorang mukallaf (yang telah terkena kewajiban syariat). Jadi, kewajiban pertama kali bagi manusia yang masuk Islam adalah tauhid. Demikian juga, materi pertama kali yang harus disampaikan ketika berdakwah adalah tauhid.
Baca Juga: Istiqamah di atas Tauhid
Dalil-dalil tentang kedudukan tauhid yang satu ini sangatlah banyak, di antaranya hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَمَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَدْ عَصَمَ مِنِّي نَفْسَهُ وَمَالَهُ، إِلَّا بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan ‘laa ilaaha illallah’ (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah). Siapa saja yang telah mengucapkan laa ilaaha illallah, sungguh terjagalah nyawa dan harta mereka, kecuali karena hak (Islam). Sedangkan perhitungannya ada di sisi Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 2946 dan Muslim no. 21)
Demikian juga wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika beliau mengutusnya untuk berdakwah ke negeri Yaman,
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka beribadah kepada Allah.” (HR. Bukhari no. 1458 dan Muslim no. 19)
Dalam riwayat yang lain berbunyi,
فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى
“Maka hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari no. 7372)
Dalam riwayat lain dengan redaksi berbeda,
إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ، فَإِذَا جِئْتَهُمْ، فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab. Jika engkau mendatangi mereka, dakwahkanlah kepada mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” (HR. Bukhari no. 1496)
Baca Juga: Solusi Masalah Negeri Adalah Mengaji Tauhid? Masak Sih?
Oleh karena itu, tauhid adalah kewajiban pertama kali atas setiap mukallaf. Dan tauhid adalah perkara pertama kali yang memasukkan seseorang ke dalam Islam.
Keempat, tauhid adalah sebab mendapatkan keamanan dan hidayah. Tauhid adalah sebab mendapatkan keamanan dan mendapatkan hidayah di dunia dan di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am [6]: 82)
Keamanan itu berada di tangan Allah Ta’ala dan tidak akan Allah Ta’ala berikan kecuali kepada orang-orang yang bertauhid (muwahhid) yang mengikhlaskan ibadah mereka kepada Allah Ta’ala.
Ketika ayat ini turun, para sahabat merasa berat sehingga mereka pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka pun bertanya,
أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ؟
“Wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak menzalimi dirinya sendiri?”
Maksudnya, semua orang pasti menzalimi dirinya sendiri. Sedangkan dalam ayat di atas, keamanan dan hidayah itu hanya Allah Ta’ala berikan kepada orang-orang yang tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. Sehingga mereka merasa berat karena menyangka bahwa mereka tidak akan mendapatkan keamanan dan hidayah sama sekali.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
لَيْسَ كَمَا تَظُنُّونَ، إِنَّمَا هُوَ كَمَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ: يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Maksud ayat itu tidak seperti yang kalian sangka. Hanyalah yang dimaksud ayat itu adalah sebagaimana perkataan Luqman kepada anaknya (yang artinya), “Wahai anakku, janganlah berbuat syirik kepada Allah. Sesungguhnya syirik adalah kedzaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13)”.” (HR. Bukhari no. 6937)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mentafsirkan “zalim” dalam ayat di atas dengan “syirik”. Artinya, siapa saja yang beriman kepada Allah Ta’ala dan tidak berbuat syirik, maka dia mendapatkan keamanan dan petunjuk di dunia dan di akhirat. Inilah di antara keutamaan tauhid, yaitu barangsiapa yang merealisasikan tauhid (muwahhid), maka Allah Ta’ala anugerahkan keamanan dan hidayah di dunia dan di akhirat.
Baca Juga:
[Bersambung]
***
@Rumah Lendah, 22 Rabi’ul awwal 1440/ 30 November 2018
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
🔍 Allah Itu Dekat, Biografi Ibnu Taimiyah, Do`a Turun Hujan, Diberakin Cicak, Hadis Tentang Hidup
Artikel asli: https://muslim.or.id/44481-keistimewaan-dan-keutamaan-tauhid-bag-1.html